Pernahkah kamu mendengar istilah salpingitis? Salpingitis adalah salah satu jenis peradangan yang menyerang organ reproduksi wanita, tepatnya pada saluran tuba atau tuba fallopi. Apa penyebab dan gejala salpingitis? Mari kita bahas lebih lanjut pada artikel berikut!
Salpingitis merupakan infeksi bakteri dan perangan yang terjadi pada saluran tuba, saluran tempat terjadinya pembuahan sel telur oleh sperma.
Gejala salpingitis sangat bervariasi tergantung tingkat keparahannya. Gejala salpingitis biasanya muncul setelah menstruasi. Namun, pada kasus yang ringan, biasanya salpingitis bahkan tidak menimbulkan gejala sama sekali.
Pada kasus salpingitis tingkat sedang, kamu mungkin akan mengalami keputihan yang berbau dan berwarna, spotting atau keluarnya bercak darah diantara siklus menstruasi, dismenorea (nyeri haid), dan ketidaknyamanan saat berhubungan. Sementara itu, pada kasus yang lebih berat, pasien biasanya mengeluhkan adanya demam, nyeri perut, nyeri punggung bagian bawah (lower back pain), sering kencing, hingga mual dan muntah.
Salpingitis sendiri dapat dikategorikan menjadi 2 tipe, yaitu salpingitis akut dan salpingitis kronis.
Pada salpingitis akut, tuba fallopi akan terlihat kemerahan, bengkak, dan mengeluarkan cairan berlebih sehingga dinding bagian dalam tuba seringkali saling menempel. Pada beberapa kasus, tuba juga dapat menempel dengan organ perut di dekatnya seperti usus.
Sedangkan salpingitis kronis biasanya terjadi setelah serangan akut. Infeksinya bersifat lebih ringan, lebih lama, dan mungkin tidak menimbulkan banyak gejala yang nyata.
Salpingitis dapat disebabkan karena infeksi bakteri seperti Chlamydia, Gonococcus, Mycoplasma. Staphylococcus, atau Streptococcus. Infeksi bakteri ini dapat terjadi melalui berbagai cara, mulai dari berhubungan seksual, pemasangan intrauterine device (IUD) yang tidak steril, keguguran, aborsi, melahirkan, dan apendisitis.
Selain itu, salpingitis juga dapat disebabkan karena gaya hidup tidak sehat seperti seks bebas tanpa pengaman (kondom) dan riwayat infeksi menular seksual.
Untuk menegakkan diagnosis salpingitis, diperlukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah dan urin, swab vagina/serviks, dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pada beberapa kasus, laparoskopi mungkin dibutuhkan untuk melihat keadaan tuba secara lebih detail melalui kamera kecil yang dimasukkan ke dalam perut.
Jika tidak segera ditangani, salpingitis dapat menimbulkan beberapa komplikasi berikut:
Jika infeksi yang terjadi dibiarkan begitu saja, maka infeksi dapat menyebar ke organ tubuh lain di sekitar tuba seperti ovarium dan rahim.
Salah satu cara penyebaran bakteri adalah melalui hubungan seksual. Oleh karena itu, jika seorang wanita dengan salpingitis akut atau kronis berhubungan seksual, maka infeksi bakteri tersebut dapat menular ke pasangannya.
Diketahui sekitar 15% wanita dengan salpingitis menimbulkan abses organ reproduksi dan membutuhkan perawatan di rumah sakit.
Saluran tuba merupakan tempat terjadinya pembuahan serta satu-satunya jalan sel telur menuju ke rahim.
Jika terjadi peradangan pada daerah ini, maka jalan tersebut dapat tertutup. Akibatnya, embrio akan mulai tumbuh dan berkembang di saluran tuba dan terjadilah kehamilan ektopik (kehamilan di luar rahim).
Salpingitis dapat menyebabkan tuba falopi berubah bentuk atau mengalami luka, akibatnya peluang untuk hamil akan menurun.
Risiko infertilitas pada wanita dengan riwayat salpingitis diketahui sekitar 15%, dan angka ini dapat meningkat hingga 50% jika salpingitis terjadi berulang.
Tatalaksana atau terapi salpingitis bergantung dari tipe dan keparahan peradangan yang terjadi. Beberapa terapi yang mungkin diberikan oleh dokter diantaranya yaitu:
Salpingitis merupakan peradangan organ reproduksi wanita yang tidak boleh diremehkan. Jika kamu merasakan gejala peradangan tersebut, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hindari juga faktor risiko yang dapat menyebabkan penularan salpingitis seperti seks bebas tanpa pengaman!
Sirka, platform kesehatan digital terkemuka di Indonesia, berhasil meraih penghargaan prestisius dari Asia-Pacific Action Alliance…
Norepinephrine - Obat yang bisa Menurunkan Berat Badan? Norepinephrine merupakan hormon dalam tubuh yang fungsinya…
Dapoxetine - Obat Ejakulasi Dini yang bisa Menurunkan Berat Badan? Dapoxetine merupakan obat yang digunakan…
Benzodiazepine - Obat Kejiwaan yang bisa Menurunkan Berat Badan? Benzodiazepine merupakan golongan obat yang tidak…
Klonazepam - Obat Kejang yang bisa Menurunkan Berat Badan? Klonazepam merupakan obat yang digunakan untuk…
Zonisamide - Obat Antiepilepsi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Banyak obat yang beredar dan menawarkan…