Kelelahan Ekstrim
Halo Teman Sirka! Tentu sudah tahu dong kalau olahraga membawa manfaat yang sangat luar biasa ke dalam hidup kita. Tapi tahukah kamu? Di balik itu ada risiko yang besar jika tidak melakukan olahraga sesuai dengan prosedur keselamatan yang benar, misalnya kelelahan ekstrim.
Bahayanya tidak main-main, di beberapa kasus bahkan kematian, kerap kali terjadi baik ketika olahraga mau pun setelahnya.
Kesamaan dari kematian saat olahraga bermuara pada satu kesimpulan dimana ada faktor beban aktivitas fisik yang di luar kendali dan kemampuan yang menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti.
Kenapa jantung bisa tiba tiba berhenti? Henti jantung ini bisa terjadi karena beban yang diterima jantung sudah diluar kapasitas kerjanya karena kelelahan ekstrim.
Sudah banyak korban baik dari masyarakat biasa hingga ke public figure yang meninggal akibat kelelahan saat berolahraga.
Oleh karena itu, artikel kali ini akan membahas tentang hubungan kelelahan ekstrim, olahraga, dan risiko kematian dibaliknya.
Olahraga Berujung Kematian, Biasa atau Luar Biasa?
Berdasarkan berita, ternyata banyak orang meninggal akibat kelelahan saat dan setelah berolahraga.
Yang menyebabkan kematian relatif sama yaitu kematian mendadak karena gangguan jantung dimana terjadi gagal jantung yang berujung pada hilangnya nyawa seseorang.
Sudden Cardiac Death (SDC) atau kematian mendadak akibat serangan jantung merupakan penyebab terbesar seseorang meninggal saat olahraga yang terjadi hanya beberapa jam setelah serangan jantung terjadi.
Gagal jantung saat SDC menyebabkan hilangnya suplai darah ke seluruh organ yang berarti hilang juga pasokan oksigen yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup seseorang.
Berdasarkan penelusuran, berikut adalah ringkasan kasus kematian mendadak akibat saat berolahraga:
- Jaksa senior Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali Putu Suparta Jaya meninggal usai jogging pada bulan Desember 2022
- Peserta Balikpapan 10K atas nama M. Jufri meninggal saat event lari tersebut bulan November 2022
- Rini, ibu muda di Tasikmalaya meninggal saat mengikuti lomba balap karung untuk merayakan Kemerdekaan Indonesia 2022
- Mantan atlet bulutangkis nasional Indonesia Markis Kido meninggal saat bermain bulu tangkis tahun 2021
- Firman Aswani, Meninggal setelah tumbang menjelang garis finish Borobudur Marathon tahun 2018.
Ini hanya sebagian kasus kematian yang terjadi, jika ditelusuri mungkin ada lebih banyak kasus yang tidak diberitakan.
Kenapa Kelelahan Ekstrim saat Olahraga Bisa Terjadi?
Jantung memiliki batasan dan batasan ini meningkat seiring bertambahnya umur sebagai bagian dari proses penuaan.
Untuk menghitung batasan kerja jantung menggunakan formula denyut nadi/denyut jantung maksimal yang dihitung berdasarkan denyut jantung per menit (Max Heart Rate/Max HR) dimana akan berbeda tergantung umur orangnya.
Formula untuk menghitungnya sebagai berikut :
Max HR = 220 – Umur
Jadi, jika seseorang berumur 40 tahun maka batas maksimal jantung bisa dipacu per menitnya bisa sampai 180 denyut per menit (Beat Per Minute/BPM).
Perlu diperhatikan batas itu adalah batas tertinggi yang sebaiknya tidak dilewati jika tidak diprogramkan dan tidak memiliki kemampuan.
Jika jantung dipacu lebih dari batas aman maka wajar jika jantung bekerja ekstra keras dan dampaknya kelelahan juga melebihi yang seharusnya bisa diterima.
Jadi, sekarang sudah mengerti dong hubungan antara olahraga, kelelahan ekstrim, dan risiko kematian yang mengintai jika diabaikan.
Instrumen Pengukuran, Kontraindikasi, dan Regulasi Keselamatan untuk Mencegah Terjadinya Kelelahan Ekstrim
Untuk mengetes dirimu sudah siap atau belum berolahraga, ada kuesioner yang bisa digunakan guna mengetahui kondisimu apakah cukup memadai untuk berolahraga.
Dalam situs resmi Asosiasi Pelatih Kebugaran Indonesia (APKI) tersedia kuesioner Physical Activity Readiness Questionnaire yang berfokus untuk mengetahui apakah seseorang memiliki gejala yang bisa menghambat kegiatan olahraga.
Dalam kuesioner ini berisi pertanyaan berikut:
- Pernahkah dinyatakan dokter memiliki masalah jantung?
- Apakah pernah merasa nyeri pada bagian dada saat istirahat maupun beraktivitas?
- Apakah pernah hilang keseimbangan karena pusing atau pingsan dalam 12 bulan ini?
- Apakah pernah didiagnosa sakit kronis selain sakit jantung dan tekanan darah tinggi?
- Apakah sedang mengonsumsi obat untuk penyakit kronis tertentu?
- Apakah memiliki masalah tulang, sendi, jaringan lunak yang memburuk jika berolahraga?
- Apakah dokter menyarankan berolahraga hanya jika ada di bawah pengawasan medis?
Jika menjawab ya untuk salah satu atau semua pertanyaan diatas, sebaiknya konsultasikan dulu ke dokter agar mendapatkan kepastian dan saran yang tepat sebelum berolahraga.
Ini sejalan dengan kontraindikasi aktivitas fisik dimana jika memiliki gejala berikut ini aktivitas fisik harus segera dihentikan:
- Kondisi medis yang tidak stabil
- Tekanan darah 180/90 mmHg
- Denyut jantung istirahat lebih dari 100 denyut per menit
- Kondisi sendi yang memburuk jika berolahraga
- Rasa pusing mendadak yang tidak bisa dijelaskan disertai kehilangan kesadaran (pingsan)
Nah, untuk menghindari kejadian yang tak diinginkan, cek denyut jantungmu secara berkala ya! Jika punya smart watch yang bisa memonitor denyut jantung, pastikan jangan sampai melebihi denyut jantung maksimal.
Untuk amannya, sesuaikan target olahraga dengan panduan aktivitas fisik dari WHO yang menyarankan medium to vigorous physical activity (MVPA) dimana intensitasnya berkisar 70-80% dari denyut nadi maksimal.
Jika tidak punya smart watch ada langkah ekstra untuk dilakukan, yaitu hitung denyut jantung selama 6 detik, dan hasilnya dikalikan 10.
Misalnya:
Denyut jantung selama 6 detik = 14 denyut
Maka denyut jantung per menitnya = 14 x 10 = 140 BPM.
Dengan pengandaian usia saat ini 40 tahun, maka 140 BPM sudah masuk di rentang 70-80% dari denyut jantung maksimal yang sesuai dengan panduan aktivitas fisik.
Ingat, jangan lupa pemanasan biar jantung siap dan tidak dipacu secara tiba tiba terutama bagi yang memiliki riwayat gangguan jantung dan kondisi kesehatan yang butuh pengawasan lebih ketat.
Dengarkan Tubuhmu, Dia Yang Paling Tahu Kondisimu
Kelelahan ekstrim harus dihindari demi keselamatan dan kesehatan. Untuk itu, perlu lebih peka terhadap kondisi tubuh agar terhindar dari risiko cedera atau kasus terburuknya kehilangan nyawa.
Kontrol selalu keadaanmu dengan cek kesehatan berkala dan lakukan olahraga rutin agar kondisi tetap terjaga.
Secara berkala, tanyakan pada diri sendiri apakah memiliki kondisi seperti yang ada pada kuesioner PARQ serta kontraindikasi yang menyertai.
Jaga denyut jantungmu di tingkat yang aman agar bisa berolahraga dengan nyaman. Jangan paksakan diri jika memang tidak enak badan dan kurangi intensitas jika gejala kelelahan ekstrim mulai muncul.
Dengan adanya kondisi bernama “kelelahan ekstrim” bukan berarti jadi takut untuk berolahraga. Selama semuanya dikelola dengan benar, dijamin kamu akan aman sentosa.
Selamat Olahraga, Teman Sirka!