Aktivitas Fisik

Tahukah Kamu Berapa Biaya Malas Gerak Setiap Tahunnya?

The Cost of Inactivity, Harga dari Malas Gerak

Memang malas gerak adalah hak semua orang. Tapi, ternyata mager berkontribusi pada beban APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) terutama pada sektor pelayanan kesehatan.

Malas gerak atau dalam istilah yang lebih keren yang disampaikan WHO disebut sebagai physical inactivity berkontribusi pada besarnya biaya yang ditanggung sebuah negara pada dampak malas gerak tersebut.

Perlu diketahui bahwa malas gerak atau disingkat mager telah dianggap epidemi global dan WHO sudah memberikan perhatian ekstra terhadap kecukupan gerak setiap negara.

Dalam situs resminya, WHO menyampaikan data dari 194 negara yang memperlihatkan bahwa progres dunia untuk mendukung gaya hidup aktif warga negaranya masih tergolong lambat.

Hal ini diprediksi akan memberikan dampak luar biasa besar pada penyebaran penyakit tidak menular (penyakit jantung, diabetes, obesitas, dll) yang dapat diderita hingga 500 juta orang di seluruh dunia.

Belum lagi angka kematian dari penyakit tidak menular akibat malas gerak mencapai hampir tiga setengah juta orang setiap tahunnya.

Angka yang timbul pada anggaran kesehatan tentu sangat fantastis. Diprediksi 27 miliar dolar pertahunnya atau setara dengan 425 triliun rupiah digunakan untuk anggaran kesehatan.

Dalam artikel ini akan membahas lebih dalam hubungan malas gerak dan kesehatan. Baik pengaruh langsung atau pengaruh dari luar faktor kesehatan yang berdampak pada bengkaknya pembiayaan akibat malas gerak.

Hubungan Malas Gerak dan Kesehatan

Sudah banyak diteliti bahwa malas gerak memiliki potensi yang sangat besar bagi terganggunya kesehatan. Penelitian untuk hal tersebut makin gencar setiap tahunnya.

Salah satu milestone penting dalam penelitian aktivitas fisik adalah penelitian yang dilakukan oleh dokter Jeremy Morris yang membandingkan 2 pekerjaan yang memiliki tingkat aktivitas fisik yang secara signifikan berbeda.

Dalam penelitiannya, Morris membandingkan antara supir bus tingkat di London yang duduk sepanjang jam kerja dan kondektur yang harus bolak balik dan naik turun tangga.

Dalam penelitian tersebut membuktikan bahwa kondektur yang aktif bergerak memiliki kesehatan lebih baik dan risiko kematian dini jauh lebih rendah dari pada supir bus yang duduk seharian.

Kondisi supir bus yang duduk sepanjang jam kerjanya mirip dengan pekerja kantoran yang harus bekerja di depan komputer, melakukan rapat dan pekerjaan lain dalam kondisi statis dalam waktu lama.

Berikut resiko kesehatan yang bisa terjadi jika malas bergerak :

  1. Penyakit jantung
  2. Diabetes tipe 2
  3. Kanker
  4. Hipertensi
  5. Stroke
  6. Osteoporosis
  7. Depresi
  8. Gangguan kecemasan
  9. Gangguan sendi dan gangguan gerak

Pada dasarnya manusia tidak didesain untuk diam dalam waktu lama karena di era sebelum ada teknologi, pekerjaan manusia masih didominasi oleh pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga.

Di satu sisi, teknologi menawarkan kemudahan pada hidup manusia baik untuk kebutuhan bertahan hidup seperti makan (semuanya bisa dipesan online), hingga sistem transportasi (bayangkan dulu belum ada ojek online dan harus naik angkutan umum).

Ketersediaan teknologi memicu gerak manusia berkurang secara signifikan. Belum lagi faktor kemacetan, iklim, cuaca dan polusi yang menyebabkan seseorang makin malas bergerak.

Menurut penelitian yang dilakukan di Singapura tahun 2022 yang membahas faktor yang dianggap menghalangi seseorang untuk beraktivitas fisik, tiga alasan terbesar seseorang malas gerak adalah tidak punya waktu (65,3%), merasa sudah terlalu lelah (64,7%), dan polusi (56,1%)

Selain itu, ada juga faktor lain yaitu:

  • Buruknya kualitas trotoar untuk pejalan kaki (sering jadi lapak kaki lima)
  • Faktor keselamatan (khusus di Indonesia, keselamatan berkendara cukup rendah dan motor sering naik trotoar di jam macet).
  • Faktor sarana olahraga (sarana olahraga seperti taman dan ruang terbuka hijau terletak jauh dari rumah)

Malas Gerak di Indonesia

Karena sudah dianggap epidemi global, malas gerak ini juga terjadi di Indonesia.

Ada perbedaan pendapat dalam data yang disajikan dan paham terkait rekomendasi aktivitas fisik di Indonesia.

Pada hakikatnya aktivitas fisik adalah semua gerakan yang meningkatkan pengeluaran tenaga yang berujung pada meningkatnya pengeluaran energi yang dalam hal ini menggunakan satuan METs (Metabolic Equivalent of Task). 

Dalam hal ini, aktivitas seharian seperti pekerjaan rumah tangga dan berjalan juga dihitung sebagai capaian aktivitas fisik.

Namun begitu, WHO merekomendasikan aktivitas fisik dengan intensitas sedang hingga berat (Moderate to Vigorous Physical Activity) dengan berbagai komponen kebugaran seperti daya tahan, kekuatan otot, dan fleksibilitas minimal 150 menit per minggunya.

WHO juga sangat spesifik menentukan frekuensi latihannya. 3 sesi daya tahan dan 2 sesi latihan kekuatan. Latihan 1 komponen per hari mencakup durasi 30 menit dan dilakukan selama 5 hari perminggu.

Jika dilihat secara seksama, rekomendasi WHO sudah mengarah ke latihan dan olahraga daripada aktivitas ringan harian.

Pada penyajian data kepemudaan 2014 dikemukakan bahwa hanya 1 dari 4 orang Indonesia yang melakukan aktivitas fisik setiap minggunya. Dimana, 67% hanya melakukan aktivitas fisik 1 kali seminggu. 

Hal ini menunjukkan bahwa kurang dari 25% orang Indonesia telah melakukan aktivitas fisik sesuai saran WHO.

Berbanding terbalik dengan data diatas, dalam Riset Kesehatan Dasar Kemenkes RI 2013 dan 2018 dinyatakan bahwa orang Indonesia yang kekurangan aktivitas fisik berturut-turut hanya 26,1% dan 33,5%.

Hal ini jelas karena dalam riset ini menggunakan Global Physical Activity Questionnaire (GPAQ) dimana semua komponen aktivitas fisik dihitung.

Tentu hasilnya jadi lebih baik dan tidak menggambarkan secara umum apakah Indonesia memenuhi rekomendasi aktivitas fisik WHO yang berfokus pada latihan dan olahraga.

Bahkan Mager Ada Label Harganya

Dalam salah satu Jurnal bergengsi The Lancet  yang mengambil data dari 142 negara yang mewakili 93,2% populasi dunia, beban ekonomi terkait malas gerak ini dibagi menjadi beberapa faktor.

  • Beban Layanan Kesehatan Langsung (Direct Healthcare Cost)
  • Biaya akibat penurunan produktivitas dan biaya akibat kematian prematur atau disability-adjusted life-years (DALYs)

Pada tahun 2013 diperkirakan menghabiskan biaya sebesar 53 miliar dolar di seluruh dunia.

Dana tersebut terbagi atas 31,2 milyar dibayarkan oleh sektor publik, 12,9 miliar dari sektor swasta, dan 9,7 miliar pembiayaan dari rumah tangga.

Negara maju memiliki proporsi beban ekonomi lebih besar dengan pembagian 80,8% dari layanan kesehatan dan 60% dari biaya tak langsung dari kematian dan penurunan produktivitas.

Sedangkan untuk negara berkembang dan negara miskin didominasi dari pengeluaran akibat penyakit dan penurunan produktivitas atau 75% DALYs.

Angka ini dua kali lipat lebih besar dari perkiraan yang disajikan oleh situs resmi WHO tanggal 19 Oktober lalu. Di situs tersebut, diperkirakan biaya yang keluar hanya 27 miliar dolar per tahunnya di seluruh dunia.

Namun begitu ada kabar baik dari RAND Corp. yang melakukan penelitian dengan skenario jika sebuah negara memenuhi rekomendasi aktivitas fisiknya.

Pada 2050 diprediksi ada peningkatan antara 314-446 miliar dolar pada Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini didapatkan dari berkurangnya presenteeism atau kondisi dimana seseorang hadir di tempat kerja tapi tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsi terbaiknya.

Hal ini akan secara langsung bertanggung jawab pada peningkatan hingga 70% PDB.

Malas Gerak Menentukan Masa Depan Bangsa

Seperti yang sudah disampaikan diatas bahwa kebiasaan malas gerak memiliki efek yang luar biasa pada kesehatan. Seseorang yang malas gerak berujung pada penyakit tidak menular, penurunan produktivitas dan kematian prematur.

Hal ini tentunya beban yang sangat berat pada anggaran belanja negara terutama pada sektor pelayanan kesehatan.

Mulai dari sekarang selalu ingat untuk mulai aktif bergerak agar bisa berkontribusi pada peningkatan produktivitas pribadi.

Hal ini sejalan dengan mimpi bangsa Indonesia yang mampu membangun jiwa dan badan warga negaranya. 

Bangunlah Jiwanya, bangunlah Badannya untuk Indonesia Raya.

Kamu dapat melakukan aktivitas fisik dan olahraga sesuai kondisi dan preferensi pribadimu. Jika kamu memiliki target tertentu seperti ingin mengurangi lemak dan menambah massa otot, maka latihan terstruktur penting untuk dilakukan. Dapatkan program personalized-mu bersama Sirka!

Sirka Curriculum Team# and Pratama Dany Prihandoko, S.Pd. M.Sc#

View Comments

Share
Published by
Sirka Curriculum Team# and Pratama Dany Prihandoko, S.Pd. M.Sc#

Recent Posts

Sirka Raih Penghargaan di Kategori Digital Health pada Asia-Pacific Action Alliance on Human Resources for Health (AAAH) 2024

Sirka, platform kesehatan digital terkemuka di Indonesia, berhasil meraih penghargaan prestisius dari Asia-Pacific Action Alliance…

2 weeks ago

Norepinephrine – Obat yang bisa Menurunkan Berat Badan?

Norepinephrine - Obat yang bisa Menurunkan Berat Badan? Norepinephrine merupakan hormon dalam tubuh yang fungsinya…

2 months ago

Dapoxetine – Obat Ejakulasi Dini yang bisa Menurunkan Berat Badan?

Dapoxetine - Obat Ejakulasi Dini yang bisa Menurunkan Berat Badan? Dapoxetine merupakan obat yang digunakan…

2 months ago

Benzodiazepine – Obat Kejiwaan yang bisa Menurunkan Berat Badan?

Benzodiazepine - Obat Kejiwaan yang bisa Menurunkan Berat Badan? Benzodiazepine merupakan golongan obat yang tidak…

2 months ago

Klonazepam – Obat Kejang yang bisa Menurunkan Berat Badan?

Klonazepam - Obat Kejang yang bisa Menurunkan Berat Badan? Klonazepam merupakan obat yang digunakan untuk…

2 months ago

Zonisamide – Obat Antiepilepsi yang bisa Menurunkan Berat Badan?

Zonisamide - Obat Antiepilepsi yang bisa Menurunkan Berat Badan? Banyak obat yang beredar dan menawarkan…

2 months ago